Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Rabu, 11 April 2012

Kemerdekaan MENGEMUKAKAN PENDAPAT

Pendapat secara umum diartikan sebagai buah gagasan atau buah pikiran. Mengemukakan pendapat berarti mengemukakan gagasan atau mengeluarkan pikiran. Dalam kehidupan negara Indonesia, seseorang yang mengemukakan pendapatnya atau mengeluarkan pikirannya dijamin secara konstitusional dalam UUD 1945, Pasal 28, bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Adapun cara-cara mengemukakan pendapat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Lisan, contohnya pidato, ceramah, berdialog, berdiskusi, rapat umum.
2. Tulisan, contohnya poster, spanduk, artikel, surat.
3. Cara lain, contohnya foto, fi lm, demonstrasi (unjuk rasa), mogok makan.

Undang-undang yang mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat antara lain diatur dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pengertian di muka umum adalah di hadapan orang banyak atau orang lain, termasuk tempat yang dapat didatangi dan/atau dilihat setiap orang.
Mengeluarkan pikiran secara bebas adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum (Penjelasan Pasal 5 UU No. 9 Tahun 1998).

Beberapa asas yang harus ditaati dalam kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum (Pasal 3 UU No. 9 Tahun 1998), yaitu:
1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban,
2. asas musyawarah dan mufakat,
3. asas kepastian hukum dan keadilan,
4. asas proporsionalitas, dan
5. asas manfaat.
Kewajiban dan tanggung jawab warga negara dalam melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab di muka umum (Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998) terdiri atas:
1. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain,
2. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum,
3. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku,
4. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum
5. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Aparatur pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung ja-wab dalam melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab di muka umum (Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998), yaitu:
1. melindungi hak asasi manusia,
2. menghargai asas legalitas,
3. menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan
4. menyelenggarakan pengamanan.
Sedang masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai (Pasal 8 UU No. 9 Tahun 1998).

Saluran tradisional adalah saluran yang sejak dahulu kala sudah merupakan sarana komunikasi antar-manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Contoh saluran komunikasi tradisional antara lain sebagai berikut.
1. Pertemuan antar-pribadi,
2. Pertemuan atau forum umum yang dihadiri oleh orang cukup banyak, seperti rapat dan musyawarah.

Saluran atau sarana komunikasi moderen adalah saluran komunikasi yang menggunakan media dengan peralatan atau teknologi moderen. Saluran komunikasi moderen ini dapat dilakukan antar pribadi, tetapi dapat juga dilakukan secara bersama (menjangkau banyak orang). Bentuk-bentuk saluran komunikasi moderen itu antara lain:
1. Saluran komunikasi antarpribadi, seperti telepon (baik melalui kabel maupun non-kabel, seperti hand phone), faksimile, dan surat elektronik (e-mail) melalui internet.
2. Saluran komunikasi massa, meliputi dua macam, yaitu media massa cetak dan media massa elektronik.

Hak-hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (Pasal 28F UUD 1945), berupa:
1. hak untuk berkomunikasi,
2. hak untuk memperoleh informasi,
3. hak untuk mencari informasi,
4. hak untuk memiliki informasi,
5. hak untuk menyimpan informasi,
6. hak untuk mengolah informasi,
7. hak untuk menyampaikan informasi,
8. hak untuk menggunakan segala jenis saluran informasi.

Demonstrasi, pawai, rapat umum, atau mimbar bebas yang tidak terkendali dapat mengarah pada tindakan pengrusakan, penjarahan, pembakaran, bentrokan massal, korban luka, bahkan ada yang korban meninggal dunia, maka diperlukan suatu pembatasan. Pembatasan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab tertulis dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 UU No. 9 Tahun 1998.

Sumber: Sekolah Tunas Indonesia

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar